Bolehkah melakukan puasa Asyura namun masih memiliki utang puasa?
Yang mesti dipahami, dalam mengqadha’ puasa Ramadhan, waktunya amat longgar, yaitu sampai Ramadhan berikutnya. Allah Ta’ala berfirman,
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185). Artinya, harinya bebas untuk menunaikan qadha’ puasa.
Begitu pula dapat dilihat dari apa yang dilakukan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Dari Abu Salamah, beliau mengatakan bahwa beliau mendengar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ
“Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu mengqadha’nya kecuali di bulan Sya’ban.” Yahya (salah satu perowi hadits) mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena beliau sibuk mengurus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146)
Sebagaimana pelajaran dari hadits ‘Aisyah yang di mana beliau baru mengqadha’ puasanya saat di bulan Sya’ban, dari hadits tersebut Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh mengakhirkan qadha’ puasa lewat dari Ramadhan berikutnya.” (Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, 4: 191)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Disunnahkan menyegerakan mengqadha’ puasa Ramadhan. Jika ditunda, maka tetaplah sah menurut para ulama muhaqqiqin, fuqaha dan ulama ahli ushul. Mereka menyatakan bahwa yang penting punya azam (tekad) untuk melunasi qadha’ tersebut.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 23).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Inilah pendapat terkuat dan lebih tepat (yaitu boleh melakukan puasa sunnah sebelum qadha’ puasa selama waktunya masih lapang, pen). Jika seseorang melakukan puasa sunnah sebelum qadha’ puasa, puasanya sah dan ia pun tidak berdosa. Karena analogi (qiyas) dalam hal ini benar. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang sakit atau dalam keadaan bersafar (lantas ia tidak berpuasa), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185). Dalam ayat ini dikatakan untuk mengqadha’ puasanya di hari lainnya dan tidak disyaratkan oleh Allah Ta’ala untuk berturut-turut. Seandainya disyaratkan berturut-turut, maka tentu qadha’ tersebut harus dilakukan sesegera mungkin. Hal ini menunjukkan bahwa dalam masalah mendahulukan puasa sunnah dari qadha’ puasa ada kelapangan.” (Syarhul Mumthi’, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 6: 448).
Kesimpulannya, masih boleh berpuasa Asyura meskipun memiliki utang puasa (qadha puasa). Asalkan yang punya utang puasa tersebut bertekad untuk melunasinya. Wallahu Ta’ala a’lam.
Semoga bermanfaat.
—
Selesai disusun di malam hari di Darush Sholihin, 10 Muharram 1436 H
Oleh Al Faqir Ilallah: M. Abduh Tuasikal, MSc
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom
Segera pesan buku Ustadz Abduh Tuasikal mengenai masalah jual beli yang haram “Bermodalkan Ilmu Sebelum Berdagang” di Toko Online Ruwaifi.Com via sms +62 852 00 171 222 atau BB 27EACDF5 atau WA +62 8222 604 2114. Kirim format pesan: buku dagang#nama pemesan#alamat#no HP#jumlah buku. Harga Rp.30.000,- (belum termasuk ongkir).
—
Saat ini masjid pesantren binaan Ustadz M. Abduh Tuasikal sedang direnovasi (dijadikan dua lantai) dan membutuhkan dana sekitar 1,5 Milyar rupiah.
Bagi yang ingin menyalurkan donasi renovasi masjid, silakan ditransfer ke: (1) BCA: 8610123881, (2) BNI Syariah: 0194475165, (3) BSM: 3107011155, (4) BRI: 0029-01-101480-50-9 [semua atas nama: Muhammad Abduh Tuasikal].
Jika sudah transfer, silakan konfirmasi ke nomor 0823 139 50 500 dengan contoh sms konfirmasi: Rini# Jogja# Rp.3.000.000#BCA#20 Mei 2012#renovasi masjid. Laporan donasi, silakan cek di sini.